Light Novel Oregairu Volume 14 Prelude 2 Bahasa Indonesia

Oregairu Volume 14 Prelude 2 Bahasa Indonesia


 Getaran yang hanya mengguncang tanganku segera beralih menuju ke hatiku. Aku yakin sesuatu telah terjadi, jadi Aku tidak terkejut sama sekali. Aku mengundurkan diri, tahu bahwa itu akan datang pada akhirnya, dan itu membuat hatiku bergetar.

 Hari ini, sepulang sekolah, dia dipanggil oleh guru. Aku melihatnya meninggalkan ruang kelas, dan yakin ia tidak akan kembali ke ruang kelas.

 Aku sedang tidak ingin bergaul dengan siapa pun. Begitu Aku sampai di rumah, Aku ambruk ke sofa ruang tamu dengan seragamku, dan menatap langit-langit. Ibu memperingatkan aku berulang kali tentang bagaimana rok dan blazer ku akan kusut. Akhirnya, Aku menyeret kakiku dan melangkah, hanya untuk tenggelam ke kedalaman tempat tidurku. Aku menutupi diriku dengan selimut empuk dan tubuhku terjepit di tempatnya, tidak bisa bergerak.

Smartphoneku bergetar sekali, dan hanya sekali. Apakah itu dari dia, atau dari dia?  Aku tidak yakin, tetapi mungkin itu bukan sesuatu yang baik.

 Aku menggerakkan tanganku dan meraih smartphone ke wajahku, berharap pengirimnya adalah orang lain. Di bagian paling atas, pesan darinya ditampilkan. Bahkan tidak perlu membuka aplikasi, karena itu hanya satu baris, jadi dapat dilihat sepenuhnya di notifikasi. Aku membacanya secara keseluruhan tanpa harus meninggalkan pemberitahuan "dibaca".

 [Bisakah kita bertemu?]

 Hanya itu yang ditulis dengan tidak ada lagi yang disebutkan. Tetapi Aku tau sesuatu telah terjadi.

 Aku hanya bisa mengabaikannya, dan menunggu sampai nanti untuk merespons. Karena dengan melakukan itu, Aku yakin kami bisa melanjutkan hubungan kami sedikit lebih lama. Pikiran yang tidak adil seperti itu mengalir dalam benakku. Tetapi di atas segalanya, dia memiliki sesuatu yang ingin dia sampaikan kepadaku, dan itu membuatku sangat bahagia sehingga Aku menangis. Perasaanku bena-benar berantakan.

I tu karena Aku pikir Aku telah menunggu selama ini, menunggu saat dia siap untuk memberi tau padaku. Dan karena aku terlalu takut untuk mengatakannya sendiri.

 Karena itulah, Aku menanggapi pesannya, mengatakan bahwa Aku akan segera pergi, dan mengenakan mantel yang tadi Aku lempar ke samping. Ketika Aku mengetuk sepatuku ke tempatnya di pintu masuk, Aku menerima balasan yang mengkonfirmasi lokasi pertemuan kami.

 Itu adalah tempat yang harus kami kunjungi. Tidak sejauh itu, dan itu cukup dekat, bahkan sangat dekat. Dan segera, segalanya akan berakhir.

 Aku tidak punya niat untuk berlari sama sekali, tetapi begitu Aku melangkah keluar, langkah kakiku berangsur-angsur tumbuh bergerak cepat dan lebih cepat.

 Bagian depan stasiun itu sangat ramai. Meski begitu, aku masih bisa dengan mudah melihatnya duduk di bangku di bawah lampu jalan.

 Duduk tegak dengan mata tertutup, tangannya beristirahat di atas roknya, dan dia tampak diam seolah-olah dia akan melebur ke sekitarnya. Dia mengenakan mantelnya, walau hari masih sangat dingin, sepertinya itu tidak mengganggu dia sama sekali.

 Setelah mendengar langkah kakiku, dia perlahan membuka matanya. Lalu, dia membuat senyuman yang begitu jelas dan indah yang menyaingi langit malam musim dingin.

"Selamat sore."

 Senyumnya begitu memukau sehingga aku kehilangan kata-kata. Ketika mereka mengatakan "sesuatu yang indah akan menarik napasmu", Aku pikir inilah yang mereka maksudkan.

 Aku balas mengangguk, tidak bisa berkata apa-apa karena nafasku tersengal-sengal akibat berlari. Aku segera mengatur nafas dan duduk di sampingnya. Karena jika Aku tidak melakukan itu, Aku tidak akan bisa mengalihkan pandangan darinya.

 Aku belum pernah melihat seorang gadis secantik dirinya. Aku selalu berpikir Aku tahu seperti apa gadis yang imut atau cantik, tetapi dia adalah gadis pertama yang membuat Aku terengah-engah.

 Aku menghela napas dalam-dalam, dan bertanya,
“Ada apa?”
“Aku hanya ingin berbicara denganmu sebentar,” jawabnya, mengambil waktu sejenak. Kemudian, dia melanjutkan, dengan hati-hati memilih kata-katanya,

“Kami akan mengadakan prom.”
“Oh, bagus, itu baik untuk didengar...” kataku, akhirnya setelah menemukan ketenangan dalam pikiranku. Itu adalah sesuatu yang ada di pikiranku untuk sementara waktu. Untuk sesaat, matanya yang bengkak melintas di benakku, dan aku menghela nafas lega. Pasti terdengar lebih keras karena dia terkikik.

“Itu berkat dirimu.”

“Aku tidak melakukan—” Apa-apa. Aku tidak bisa melakukan satu hal pun.

Aku menyela diriku dengan anggukan. Dia menatapku, dan kemudian tiba-tiba ke kejauhan, dia berbisik, “...Dan juga itu berkat dirinya.”

 Setelah mendengar ucapannya, tubuhku bergetar. Aku mengalihkan pandanganku ke lantai, tidak bisa melihatnya secara langsung.

“…Itu tidak benar. Kamu melakukan yang terbaik juga.”
“Tidak apa-apa, Aku sadar sepenuhnya bahwa bukan itu masalahnya.”

Kata-kataku terdengar seperti pengalih perhatian, atau alasan, tapi dia menggelengkan kepalanya.

“Aku mengandalkan dia lagi...” katanya, sambil bercanda. Tidak seperti cara bicaranya yang dewasa dan khas, dia terdengar sangat kekanak-kanakan jika dibandingkan denganku. Dia kemudian dengan cepat mengangkat pandangannya dengan senyum malu-malu seolah menyembunyikan rasa malunya.

“Aku tahu apa yang dia rencanakan, tapi aku tidak bisa menolaknya,” katanya, mengangkat matanya sedikit ke atas, dan melihat kejauhan, jauh sekali. Aku mengikuti pandangannya, tetapi hanya bisa melihat bangunan tinggi.

“Tapi itu sudah berakhir sekarang.”

 Kota di malam malam penuh dengan kebisingan, tapi aku masih bisa mendengar suaranya dengan jelas, meskipun terdengar sangat lembut dan rapuh, hampir seperti menyerupai lampu bangunan dari jauh. Itu seperti bagaimana lampu merah sekilas akan muncul sebagai noda, tetapi kemudian secara bertahap menyebar ke dalam kegelapan. Suara itu berkecamuk di sepanjang angin yang berhembus kencang.

“Aku memberitahunya segalanya.”

 Rambutnya yang panjang berkibar dan menutupi wajahnya seperti kerudung. Ketika angin reda, dia menyisir rambutnya dengan satu tangan, dan perlahan meletakkan rambutnya di telinganya.

 Kemudian, dia tersenyum;  senyum yang begitu murni, seolah-olah malam itu, angin musim semi telah menghapus semua hal. Itu adalah senyum yang selalu Aku cintai, dan senyum yang indah yang akan terus Aku cintai.

 Melihat hal itu, Aku sadar bahwa hubungan ini akan berakhir.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url