Oregairu Shin Volume 1 Chapter 3 Bahasa Indonesia
Oregairu Shin Volume 1 Chapter 3 : Diatas jalanan, melihat dunia dari jendela kereta yang dibanggakan Chiba.

Pemandangan dari jendela mengalir perlahan.
Meskipun beberapa menit lagi memasuki jam sibuk di sore hari, tak banyak penumpang yang menaiki monorel. Sama sekali tidak orang yang ada di gerbong kami dan berkat itu, Yukinoshita dan Diriku bisa melihat jalanan Chiba dari jendela yang ada di sisi seberang.
Jauh di depan pasir putih yang murni, cahaya sore mewarnai lautan menjadi merah. Pemandangan itu berangsur-angsur memudar saat monorel memasuki kota yang tenggelam dalam warna indigo.
Dari pemandangan sore ke pemandangan malam, sensasi berlari melintasi langit terasa seperti di taman hiburan.
Meskipun aku tadi aku gemetaran hanya karena menaiki monorel, pemandangannya memang sangat menakjubkan. Diatas segalanya, rute dari Stasiun Chiba-minato ke Stasiun Chiba saat senja memang favoritku. Tinggal menunggu waktu sampai "Lihatlah dunia dari Kereta" jadi slogannya.
Aku bisa memandang pemandangan yang layaknya mimpi ini untuk selamanya.
...Aku ingin memandangnya selamanya.
Pastilah, Aku mengalihkan pandanganku dari realita.
Setelah ini aku akan makan malan dengan Keluarga Yukinoshita. Tidak, bukan berarti aku tak mau makan dengan Yukinoshita sendiri. Malahan, hayuk! Tetapi, sedikit beda cerita kalau keluarganya Yukinoshita yang terlibat.
Ahh, apa yang harus kulakukan...
Membuat keluhan yang dalam, aku menggantungkan kepalaku. Lalu aku merakan tarikan di lengan bajuku. Saat aku melihat keatas, Yukinoshita, yang duduk di sebelahku, entak mengapa wajahnya terlihat bermasalah.
"Ada apa? Apa ada yang salah?"
Yukinoshita sedikit menggelengkan kepalanya, dia membuat wajah seakan mengatakan, "Tak apa".
Meskipun dia membuat wajah seperti itu, matanya berenang dengan gelisah dan dia mengarahkan pandangannya ke lantai berulang kali.
Ada apa? Apa ada yang salah? Maksudku, memegangi lengan bajuku membuatku jadi sangat gugup, dia sangat harum dan setiap gerbong bergoyang, rambutnya menyentuhku dengan lembut! Saat aku menjadi gelisah, telapak tanganku jadi berkeringat juga. Tanda macam apa ini?
Sesaat ketika tanganku sangat berkeringat, monorel mencapai belokan yang membuat gerbong bergoyang kesisi.
Pada saat itu juga, ada tekanan yang memegangi lenganku dengan erat.
Dengan itu, tiba-tiba aku teringat.
Sekitar 5 tahun lalu... tunggu, tidak mundur sejauh itu, tapi sekitar beberapa bulan lalu. Saat kami mengunjungi Destiny Land selama musim Natal, Yukinoshita menunjukkan kegugupan yang sama ketika kami menaiki salah satu wahana. Aku juga masih ingat sosoknya yang tegang ketika kami menaiki Ferries Wheel di Akuarium Kasai-Rikai.
Kesimpulan dari hal tersebut yaitu... Yukinoshita takut ketinggian.
Berdasarkan pengalamanku, Aku membutuhkan sesuatu untuk mengalihkan perhatiannya. Aku ingat bahwa diriku melakukan hal yang sama saat di Destiny Land waktu itu.
Kalau dia mengalihkan perhatiannya ke sesuatu yang lain, dia takkan lagi khawatir akan ketinggian dan getaran dari monorel. Dengan beberapa obrolan ringan, beberapa stasiun akan terasa singkat.
(TL Note : masih ingat saat mereka pulang dari Kuil?)
Kalau begitu, mau gimana lagi.
Aku bergeser kearahnya dengan pelan dan sedikit demi sedikit memperpendek jarak antara kita.
Mau gimana lagi, lagipula kami juga pasti akan mengobrol. Akan jadi masalah kalau suara getaran monorel mengaburkan suara kami juga sih. Karena itu, maksudku, aku tidak punya pilihan lain. Kupastikan ini dalam jarak yang bisa ditolerir.
Ini bukanlah alasan untuk orang lain, tetapi hanya untuk meyakinkan diriku sendiri. Dengan pikiran itu, aku menutup celah sekitar 2 kepalan tangan yang memisahkan kami.
Paha kami bersentuhan dengan lembut... Dan bahu kami juga bersentuhan. (TL Note : Damn!!)
Yukinoshita melihat kepadaku dengan tatapan terkejut ...Kalau kamu menatapku seperti itu, aku juga akan malu! Berpura-pura tidak menyadari tatapannya, aku berkata dengan terburu-buru.
"Cuma mau tanya, apa kamu takut ketinggian?"
"Aku mungkin tidak... Pandai dengan ketinggian."
Menjawab dengan suara yang lembut, Yukinoshita memalingkan wajahnya. Dia memiliki reaksi yang sama seperti di Destiny Land waktu itu. Lihat! Aku sudah tau itu! Sudah kuduga dia memang takut ketinggian!
"Emm... Kalau kau bilang lebih awal, aku bisa pilih rute lainnya."
Sebenarnya, aku harus memilih menggunakan monorel karena dia membutuhkan pergantian stasiun yang paling sedikit. Ada rute lain yang bisa membawa kami ke Stasiun Chiba. Kebetulan saja kalau aku bilang, "Ayo gunakan monorel," dengan gembira layaknya standar musik Jazz dan diputuskan seperti itu. Tunggu, mungkin Yukinoshita tau kalau aku seorang Chiba Monorailer sejati (seorang yang suka Monorel Chiba) dan memanjakanku. Tidak, itu tidak mungkin. Monorailer itu apa sebenarnya?
Pokoknya, suara penyesalanku yang teredam layaknya permintaan maaf karena membuatnya telah memanjakanku dan sebagai responnya, Yukinoshita menggelengkan kepalanya. Selanjutnya, dia meletakkan tanggannya di dada dan membuat tarikan nafas yang dalam, menutup matanya dengan lembut lalu berbisik.
"Tidak... Aku tak masalah dengan monorel... Aku tak masalah karena dia kendaraan... Aku tak masalah karena dia kereta..."
"Barusan itu kamu sedang meyakinkan diri sendiri."
Apa dia benar-benar akan baik-baik saja...? Sementara aku mengeluh karena khawatir, tekanan yang ada di lengan bajuku memudar perlahan.
Jemarinya yang ragu sesaat lalu dilebarkan dan meraih lengan bajuku seolah dia ingin membelitkan tangannya disekitar lenganku.
Tak peduli dengan reaksiku yang takjub pada perilakunya yang bermain-menggigit seperli anak kucing, Yukinoshita dengan hati-hati menutup jarak antara kami dan mengistirahatkan berat badannya di bahuku.
"Aku tidak pandai dengan itu..., Tapi aku tak membencinya."
Sementara dia merespon dengan senyum yang mengeluh, mata Yukinoshita menatap jendela yang ada di seberang kami, menatap bangunan yang diterangi cahaya sore.
Monorel masih tinggi di langit dan bergetar saat berjalan, tapi Yukinoshita terlihat tenang. Aku juga bisa merasakan itu dari nafasnya yang rileks, layaknya dia mengantuk.
Malahan, akulah yang tidak bisa tenang.
Meski berat dari bahu ramping yang menimpaku itu ringan sampai mengkhawatirkan, tanpa keraguan, kehangatannya yang menenangkan itu tersampaikan lewat seragam sekolah kami.
Shampo? Atau parfum? Aku tidak tau tapi setiap aroma segar aromatik seperti Sabon tercium di udara, otot punggungku menegang.
Untuk menyembunyikan kegigipanku, aku... Ah, aku yakin kalau sudah ketahuan. Menempatkannya dibelakang kepalaku, aku melihat ke pemandangan yang sama yang ditatap Yukinoshita lalu aku berbisik.
"Bisa beritahu aku tentang hal lain yang kau tidak sukai?"
Aku pikir aku sudah tau semuanya. Aku pikir aku sudah memahami semuanya. Meski begitu, aku ingin bertanya padanya. Seperti hari ini, hal-hal tentangnya yang aku sadari namun tak dapat kupahami ternyata ada begitu banyak.
Yukinoshita, yang sekarang duduk jauh lebih dekat dari sebelumnya, menganggukkan kepalanya sebagai respon.
"Meski kau bilang begitu..."
Yukinoshita meletakkan tangannya di bibirnya dan garis pandangnya bergerak ke sudut kanan atas. Ya, saat kamu tiba-tiba diberi pertanyaan semacam itu, tidak ada yang benar-benar muncul dikepalamu. Kalau aku ditanya soal poin kelemahan Yukinoshita, aku juga takkan bisa langsung menjawabnya.
"Ya, yang pertama, anjing, benar kan? Selanjutnya hantu, mungkin."
Atau mungkin pikirku, tapi tak kusangka jumlahnya sebanyak ini. Bukankah cewek ini punya banyak kelemahan? Apa dia baik-baik saja? Apa dia akan selamat?
"Apa ada yang lain?"
Ketinggian, anjing, dan hantu. Aku menghitung satu persatu dengan jariku dan saat aku memutar kepalaku padanya untuk menanyakan kebenarannya, Yukinoshita malah memberiku tatapan yang tidak senang.
"Bukan berarti aku lemah pada anjing dan hantu..."
"Ah, itu tak apa, kamu tidak perlu melanjutkan."
Itu bagus. Semuanya bagus. Aku mengerti. Karena itulah aku bertanya seperti itu, "hal-hal yang kamu tidak pandai".
Saat aku menyanggahnya secara blak-blakan dengan wajah datar, Yukinoshita merajuk dan bibirnya cemberut sebelum akhirnya menyerah dengan sebuah keluhan.
"Kurasa aku tidak pandai dengan hal-hal itu."
Lalu, setelah mempertimbangan untuk momen penjelasan, dia menaikkan wajahnya dengan tiba-tiba dan menjawab dengan jujur dalam ekspresi yang segar.
"Serangga sudah pasti."
"Aku juga."
Melihat pada deklarasinya yang terlalu jujur dan blak-blakan, tapi aku setuju. Sungguh, serangga memang tidak merepotkan. Aku mengerti~
Saat aku menganguk, Yukinoshita tertawa.
"Bagaimana kalau kamu? Poin kelemahanmu."
"Tomat, mungkin. Aku sudah bersumpak tak akan makan yang mentah."
Yukinonya mengangguk dan mulai mengetik di smartphonenya yang dia keluarkan dari saku. Tunggu, kau tak perlu mencatatnya. Ngomong-ngomong aku juga benci timun tapi kalau acar sih tak apa, mengerti?
Sebelum aku punya waktu untuk mengutarakan itu padanya, Yukinoshita melirikku, bertanya "ada yang lain?" hanya dengan matanya.
"Setelah itu matematika, mungkin. Hmm... apa lagi? Apa ada yang lainnya ya."
Sekarang kalau aku pikirkan soal itu, aku benar-benar tidak tau saat seseorang menanyakan kelemahanku dengan nada yang seserius itu. Aku buruk dalam beberapa aspek dari semua yang ada di dunia. Karena itu, aku bisa bilang kalau aki juga buruk dalam hal-hal diluar dunia juga, karena aku juga takut pada hantu.
Apa ada lagi?... Aku tak tau lagi apa ada yang lain. Di momen ini, Yukinoshita membuka mulutnya seperti berseru, "Ah! Aku tau." dan menepuk lengan atasku seperti ingin bilang, "Dengar! Dengar!"
Hey, gestur semacam ini yang membuatku malu dan gemetaran, tapi dia sangat imut dan mengejutkanku, jadi hentikan itu, oke? Aku menatap padanya saat matanya berkilauan, dan dia berkata dengan nada yang penuh keyakinan.
"Kalau poin kelemahannya Hikigaya-kun, ini dia. Hubungan manusia."
"Itu berlaku juga untukmu..."
Kenapa kamu membuat wajah kemenangan seperti itu? Atau mungkin, bukankah itu sedikit terlalu telat? Aku bahkan sudah tidak menyadarinya lagi.
"Semua orang buruk dalam hal semacam itu, jadi itu tidak dihitung. Malahan, orang yang bilang kalau mereka bagus daam hubungan manusia adalah penipu dan psikopat."
Tak peduli seberapa banyak atau seberapa sedikit, semua orang punya kekhawatiran tersendiri pada hubungan manusia. Saat peramal dengan acuh berkata padamu "Maaf, bintangmu, Leo, ada di posisi ke 12. Aku mungkin khawatir pada hubungan manusiamu hari ini. Item keberuntunganmu 7 Triliun Yen!" Bukankah dia dijamin untuk mendapatkannya? Bukankah ada sesorang yang tidak menghadapai masalah hubungan dan lagi pula, seseorang yang mendapat 7 Triliun Yen sudah otomatis dianggap beruntung. Jangan bermain-main dan serahkan 7 Triliun Yen itu!
Yukinoshita mengangkat bahunya dan tertawa kecil.
"Memang, semua orang punya seseorang yang tak bisa mereka atasi."
Seharusnya dia berhenti di situ, tapi Yukinoshita mulai penasaran dan menghitung dengan jarinya .
"Dalam kasusmu, ada Ibuku. Yang selanjutnya adalah Kakakku."
"Sebentar lagi aku akan makan malam bersama orang-orang itu, kau tau..."
Hahaha dasar setan kecil! Setelah berpura-pura tertawa, aku teringat kenyataan yang suram telah mendekat padaku dan hatiku tiba-tiba terasa lebih berat.
"Erm, bisa aku tanya kita akan makan apa nanti?"
Lagi pula akan dibayar oleh orang lain, jadi aku hanya perlu menikmati sampai puas. Saat aku bertanya padanya untuk bersiap secara mental, Yukinoshita menundukkan kepalanya.
"Bukannya sudah kubilang padamu? Kita akan makan makanan Itali. Bukannya kamu suka itu?"
"Apa maksudmu Saizeriya? Ya, tentu aku suka Saizeriya, tapi..."
Hmm... Tanpa ragu Saizeriya adalah Restoran Italia tapi karena mendengar itu, aku merasa makna kegelisahan yang sepertinya tak bisa aku bersihkan. Sepertinya karena aku menganggap Saizeriya sebagai genre-nya sendiri.
Tetapi, sepertinya sangat tidak mungkin aku ke Saizeriya dengan keluarga Yukinoshita.
Saizeriya adalah restoran untuk penggunaan harian. Sekutunya orang biasa. Anggota masyarakat kelas atas seperti Keluarga Yukinkshita tak memberikan impresi kalau mereka akan pergi ke Saizeriya. Tidak, takkan aneh kalau Haruno-san pergi ke suatu tempat yang ada Wine dengan harga yang rasiona dan meminumnya dengan Magnum.
(Magnum = 1.5 liter wine
Lagi pula, hari ini pasti bukan hari untuk itu. Kamu pasti akan pergi ke tempat yang mewah. Dipaksa oleh kecemasan, aku tak tahan untuk bertanya.
"Maksudku, dimana kita kan makan malam?"
"Tempat yang sering dikunjungi keluargaku."
"Eh tapi bukankah itu pasti mahal? Apa setelanku cocok? Aku kacau, kan?"
Melihat seragam sekolahku dengan tergesa-gesa, aku menemukan kerut diman-mana. Oh, ini takkan berhasil, dengan pakaian lusuh seperti ini, aku bersiap untuk ditendang di pintu depan. Oh sialan~ Aku rasa ini memang tidak mungkin~ Aku ingin bertemu Hahanon (ibunya Yukinoshita) tapi dengan kerutan di bajuku, aku tak bisa~ Aku mencoba meluruskannya tapi itu tidak mungkin~ Saat aku mendapatkan semua alasan ini di kepalaku, aku menepuk seragamku dengan semangat.
Mengacuhkan semua gerakanku, Yukinoshita menurunkan tanganku dengan tenang dan menunjukkan senyum berseri-seri padaku.
"Restorannya cukup biasa dan tidak sekeras itu. Seragam sekolah kita sudah cukup."
"Aku mengerti..."
Begitukah? Seragam sekolah kita mungkin sudah cukup, tapi Yukinkshita mungkin tidak cukup tau soal kehidupan di jalanan. Yang terbaik, restoran biasa bisa merujuk ke sebuah cafe modis yang dimiki secara pribadi. Sebuah tempat yang membutuhkan seragam sekolah sebagai dress code minimal tak bisa kau sebut dengan restoran biasa.
Dengan kata lain, pasti restoran yang mahal. Ada banyak restoran italia tingkat atas. Kalau begitu, jangan bilang restoran Italia, bilang saja padaku kalau itu restoran mahal!
Bertemu Ibunya Yukinoshita di tempat seperti itu... Aku benar-benar kacau....
Punggunggku menentang tembok, ya... Saat aku hendak menyerah, aku menyadari cacat di pakaianku. Ya, dinding luarku mungkin sudah hancur tapi dinding dalamku masih utuh! Masih belum! Aku masih bertahan di Penyerangan Musim Panas di Osaka! Ya, aku mungkin kalah di Penyerangan Musim Panas di Osaka dan aku masih ada kesempatan dengan punggunku melawan tembok, tapi itu diluar poin.
".... Ah."
Aku berdiri dari kursiku saat aku teringat sesuatu.
"Ini buruk... Aku melupakan dasiku. Aku akan kembali dan mengambilnya, atau aku akan pulang."
"Kamu tak perlu melakukannya."
Tanpa jeda, dengan serius Yukinoshita menyeretku kembali ke kursi lewat lengan bajuku. Lalu dia mengeluarkan bungkusan kecil dari tasnya. Saat dia membukanya, sebuah dasi yang dibuat khusus untuk seragam pria SMA Sobu muncul di hadapanku.
"Komachi-san mempercayakan ini padaku. Sekarang tak ada masalah lagi, benar?"
"O... Oh."
Uh... Dasar adikku, bukankah dia terlalu dapat diandalkan? Dia sudah seperti fresh graduate yang langsug siap bertempur dan jauh lebih bisa diandalkan daripada para siswa pencari kerja yang mengklaim bisa jadi minyak pelumas sosial di kantor.
Menghiraukan ekspresi ku yang berkonflik, Yukinoshuta mengencangkan dadi dengan lembut dan menarik kerah ku kearahnya. Tak bisa bereaksi tas gerakannya yang tiba-tiba, aku diam seperti kucing patuh yang sedang dibawa.
Kerah bajuku diangkat dan dengan lembut dasinya dibalut ke sekelilingnya. Setelah membuat lingkaran disekitarnya lalu melewati loop, terbentuk sebuah simpul segitiga yang manis. Akhirnya, dia menarik dasi dan mendorong sinpul ketas kerahku dengan hati-hati.
Di momen itu, mataku bertemu dengan mata Yukinoshita, yang berada di jarak yang lebih dekat dengan ku dari sebelumnya.
Setelah menyadari tindakannya dan kembali ke akal sehatnya, pipi Yukinoshita memerah dengan warna scarlet dan mulutnya bergerak-gerak karena gugup. Meskipun setelah mengencangkan dasuku dan melepaskannya, rona wajahnya tidak mereda saat dia jatuh dalam kesunyian.
Dengan instan, atmosfer yang janggal menyelimuti di sekitar kami.
"Te... terima kasih."
"Tidak masalah."
Kesusahan menahan sunyi, aku menghabiskan waktu dengan menunjukkan rasa terimakasihku. Tetapi, Yukinoshita masih menundukkan wajahnya. Berkat itu, aku bisa melihat telinganya yang memerah mengintip dari rambut hitamnya yang lezat.
Ahhh aku tak tahan lagi, kamu tak sopan... Kalau kamu malu saat melakukannya, hentikan! Aku juga jadi malu juga, tau.
Fakta bahwa aku sama sekali tidak membencinya, itu sangat merepotkan.
Langsung chapter 3 min?
Iya, entah kenapa baru langsung ada chapter 3
Lanjoootttt min
Translator bhs Inggris nya malah keasikan main game ðŸ˜
Kabarin ya min kalau udah up lagi:)
Siap bro, mungkin agak lama soalnya translator bhs Inggris mlh main game terus
Subarashii
Thankd udah baca di blog saya
Aku berdiri dari kursiku saat aku teringat sesuatu.
"Ini buruk... Aku melupakan dasiku. Aku akan kembali dan mengambilnya, atau aku akan pulang."
"Kamu tak perlu melakukannya."
Tanpa jeda, dengan serius Yukinoshita menyeretku kembali ke kursi lewat lengan bajuku. Lalu dia mengeluarkan bungkusan kecil dari tasnya. Saat dia membukanya, sebuah dasi yang dibuat khusus untuk seragam pria SMA Sobu muncul di hadapanku.
"Komachi-san mempercayakan ini padaku. Sekarang tak ada masalah lagi, benar?"
"O... Oh."
==Pelarian hachiman diblock komachi mengharuskan menghadapi yukidad==
Makasih min update nya penasaran gua lihat hachiman vs yukidad. Kalau dilihat dari masalalu hachiman sama Yukidad berdeda, sifat yukinon juga beda berarti kehidupan rumah tangga hachiman nanti lebih bagus dibandingkan Yukidad sekarang
Kemungkinan novel ini masih bakal terus berlanjut mengingat FGO jg masih ada wkwk
Min boleh request WN Re zero gak?
Cek post terbaru yaa