Oregairu Vol 1 Chapter 1-4

 Oregairu Volume 1 Chapter 1 part 4

oregairu Volume 1 chapter 1


“Hikigaya-kun. Sudah berapa lama semenjak terakhir kalinya kau berbicara ke seorang gadis?”

Dia langsung saja menanyakan pertanyaan yang tidak relevan itu. Ternyata gadis ini berani juga.

Aku sangat yakin dengan informasi yang ada di kepalaku. Aku ingat pernah mengobrol dan gadis-gadis di kelasku menganggapku sebagai stalker. Menurut memori otakku, terakhir kalinya aku berbicara kepada seorang gadis adalah Juni dua tahun lalu.

Gadis: “Hari ini panas sekali ya?”

Aku: “Lebih tepatnya lembab sekali, benar tidak?”

Gadis: “Apa?....Oh...Um...Yeah, kupikir begitu.”

Selesai.

Percakapannya sejenis dengan itu. Kecuali fakta kalau dia ternyata tidak berbicara kepadaku, tapi kepada gadis yang duduk di seberangku. Manusia memang suka mengingat hal-hal yang tidak menyenangkan. Bahkan sampai saat ini, ketika ingat kejadian itu di tengah malam, aku rasanya ingin menutup kepalaku dengan selimut dan berteriak sekencang-kencangnya.

Tepat ketika aku mulai lega karena memori itu sudah hilang lagi dari kepalaku, Yukinoshita memberitahu sesuatu.

“Mereka yang mampu termotivasi untuk memberikan sesuatu kepada yang tidak mampu. Banyak yang mengatakan kalau itu adalah pekerjaan sukarela. Memberikan bantuan untuk mengembangkan suatu negara, mengorganisir makanan bagi tunawisma, memberikan kesempatan kepada pria tidak populer untuk berbicara kepada seseorang gadis. Memberikan bantuannya kepada mereka yang

membutuhkan. Itulah yang dilakukan klub ini.”

Entah mengapa, Yukinoshita mengatakan itu sambil berdiri. Dia melihatku dengan rendah.

“Aku mengundangmu ke Klub. Selamat bergabung dengan Klub Relawan.”

Meski suaranya tidak seperti orang yang mengundang, tapi caranya mengatakan itu memang

menarik. Mungkin itulah yang membuat mataku seperti hendak meneteskan air mata.

Tapi dia tetap menaburi garam di lukaku, membuatku semakin depresi.

“Menurut Hiratsuka-sensei, ini adalah tugas bagi mereka yang superior untuk menyelamatkan mereka yang eksistensinya menyedihkan. Aku akan memastikan untuk memenuhi apa yang dia requestkan kepadaku dengan penuh tanggung jawab. Aku akan memperbaiki sikapmu yang vermasalah itu. Setidaknya, tunjukkanlah rasa terima kasihmu.”

Mungkin dia meniru ‘noblesse oblidge’. Sebuah ungkapan berbahasa Perancis yang berisi sebuah gerakan moral para bangsawan untuk menunjukkan sikap mereka yang terhormat dan bermoral.

Yukinoshita berdiri disana sambil menyilangkan lengannya, memang menunjukkan sebuah image kaum bangsawan. Bahkan, terasa wajar kalau memanggilnya kelas elit, kalau melihat nilai akademis dan tampilannya.

“Gadis sialan...”

Aku harus menunjukkan segala yang kupunya untuk menjelaskan kepadanya kalau aku bukanlah orang yang pantas untuk dikasihani.

“...Tahu tidak, meski aku yang mengatakan itu, aku sebenarnya ini superior. Aku ini peringkat 3 dalam ujian sastra Jepang! Aku punya penampilan yang bagus! Kalau kau menyingkirkan fakta kalau aku tidak punya pacar atau teman, aku sebenarnya berada dalam kaum elit.”

“Itu malah membuatku bertambah yakin...Tapi, sangat mengagumkan melihatmu bisa mengatakan itu dengan percaya diri. Kamu ini orang aneh. Aku saja sudah mulai ketakutan.”

“Diamlah. Aku sendiri juga tidak sudi mendengar itu dari gadis yang aneh sepertimu.”

Dia memang gadis aneh. Setidaknya, itu menurut gosip yang kudengar. Gosip itu tidak sengaja kudengar, karena aku sendiri tidak berbicara dengan orang di sekolah. Mereka mengatakan kalau

Yukinoshita adalah gadis yang berbeda dari gadis kebanyakan.

Mungkin inilah yang mereka sebut dengan kecantikan yang dingin. Dan sekarang dia tersenyum dingin kepadaku. Kalau mau lebih spesifik lagi, senyum yang sadis.

“Hmm...Menurut observasiku, tampaknya kesendirianmu itu merupakan hasil dari pikiranmu yang korup dan sikapmu yang tidak percaya dengan sosial sekitarmu. Pertama, aku akan menemukan temmpat untukmu di sosial sekitarmu. Mau bagaimana lagi, kau sendiri terlihat perlu dikasihani. Tahui tdak? Menemukan tempat dimana kau harusnya berada, bisa membuatmu terbakar habis dan akhirnya membuatmu menjadi bintang.”

“Itu cerita di buku ‘The Nighthawk Star’, benar tidak? Itu cukup nerdy.”

Kalau aku tidak ditakdirkan untuk menempati peringkat tiga di Sastra Jepang, aku tidak mungkin tahu tentang itu. Juga, itu adalah cerita yang sangat kusukai, jadi aku sangat mengingatnya dengan baik. Sangat tragis hingga membuatku menangis. Itu adalah cerita yang pasti disukai oleh banyak orang.

[note: Nighthawk Star adalah cerita tentang seekor burung yang bernama NightHawk. Dia terkenal karena buruk rupa. Mencoba terbang jauh dan tewas. Setelahnya, tubuhnya menjadi cahaya yang indah dan menjadi bintang yang bersinar sangat terang.]

Merespon kata-kataku, mata Yukinoshita terbuka lebar seperti terkejut denganku.

“Aku terkejut. Aku tidak bisa membayangkan kalau siswa SMA yang berada di bawah standar akan membaca karya dari Miyazawa Kenji.”

“Apa kau baru saja meremehkanku?”

“Maafkan aku. Mungkin agak keterlaluan. Tepatnya adalah siswa medioker, mungkin itu yang oaling tepat.”

“Tapi itu bukankah masih keterlaluan?! Bukankah kau dengar kalau aku ini ranking tiga?!”

“Menjadi percaya diri seperti itu hanya karena ranking tiga sungguh menyedihkan. Membuat hasil sebuah tes sebagai indikator nilai intelektual seseorang itu saja sudah menyedihkan.”

...Gadis ini. Ada sebuah batasan dimana orang bisa bermain kasar. Baru bertemu dengan pria dan

menunjukkan superioritasnya, dia pikir diriku ini Pangeran Vegetta dari bangsa Saiyan?

[note: Pangeran Vegetta terkenal karena sifat suka bertarungnya daripada intelektualitasnya. Manga Dragon

Ball.]

“Meski begitu, ‘The Nighthawk Star’ memang cocok denganmu. Misalnya, tampilan dari Nighthawk

sendiri.”

“Apa kamu bilang kalau wajahku ini jelek?”

“Aku tidak mengatakan itu. Aku hanya mengatakan kalau kebenaran kadang menyakitkan...”

“Bukankah yang kau katakan itu sama saja?!”

Lalu, Yukinoshita memasang wajah serius dan menaruh tangannya di bahuku.

“Kau jangan berpaling dari kenyataan. Lihat ke cermin dan lihatlah realitanya.”

“Hei tunggu dulu. Meski akulah yang mengatakan itu, tapi kupikir aku ini cukup ganteng. Bahkan adik perempuanku bilang ‘onii-chan, kau tampan sekali jika tidak ngomong apapun...’. Itu bisa diartikan kalau wajahku ini tampan.”

Seperti yang kuharapkan dari adikku. Dia punya mata yang bagus! Dimana, itu bertolak belakang dengan para gadis di sekolahku!

Yukinoshita menaruh tangannya di kening seperti sedang sakit kepala.

“Apa kamu idiot? Kecantikan adalah sesuatu yang tidak bisa kau katakan ke dirimu sendiri. Dengan kata lain, jika hanya ada dua orang di ruangan ini, maka pendapatku adalah pendapat yang benar.”

“Me-meski awalnya membingungkan, entah mengapa, kurasa kata-katamu tadi memang masuk akal...”

“Misalnya, kedua matamu itu seperti mata ikan busuk, dan itu meninggalkan kesan yang buruk. Aku bukannya mau mengkritisi wajahmu, tapi ekspresi wajahmu itu...sangat tidak menarik. Itu adalah bukti kalau kau punya kepribadian ganda.”

Ketika dia berbicara, wajah Yukinoshita memang sangat manis, tapi di dalamnya, terlihat berbeda.

Tampilan matanya seperti melihat seorang kriminal. Dia dan diriku tampak kurang dalam hal

‘chemistry’.

...Tapi kalau dipikir-pikir, apa kedua mataku ini memang terlihat seperti mata ikan? Kalau aku ini seorang gadis, mungkin aku akan mengatakan ‘Apa? Apa aku ini terlihat mirip dengan putri duyung?’.

Ketika aku sedang dibingungkan oleh pikiran-pikiran itu, Yukinoshita memindahkan rambutnya ke belakang bahunya dan berkata seperti seorang pemenang lomba.

“Intinya adalah, percaya diri karena punya nilai bagus di hal-hal palsu seperti nilai akademis dan penampilan bukanlah hal yang menarik. Tidak lupa kalau kau punya mata yang busuk.”

“Sudah cukup dengan ledekan tentang mata!”

“Ya, kurasa jika lebih jauh dari ini, kurasa itu tidak akan mengubah sesuatu.”

“Mungkin kau bisa memulai itu dengan meminta maaf ke orang tuaku.”

Aku bisa merasakan wajahku sudah siap-siap untuk mengantisipasi respon kemenanganku terhadapnya. Tapi ekspresinya menjadi lebih kejam disertai kata-kata selanjutnya.

“Aku tampaknya sudah mengatakan hal-hal yang buruk. Aku merasa kasihan dengan orang tuamu.”

“Oke, hentikan itu, ini salahku. Tidak, ini salah wajahku.”

Aku mengatakan itu seperti hendak menangis putus asa saja. Akhirnya, Yukinoshita menghentikan kata-katanya. Aku akhirnya menyadari kalau memperpanjang percakapan ini adalah hal yang sia-sia.

Aku seperti sedang duduk di dekat kaki pohon Budha, bermeditasi untuk mencari pencerahan, sementara itu Yukinoshita terus melanjutkan kata-katanya.

“Ya sudahlah, setidaknya itu membuat simulasi percakapannya menjadi komplit. Kalau kau bisa mengobrol dengan gadis sepertiku, maka kau harusnya bisa mengobrol dengan siapapun.”

Dia meluruskan rambut panjangnya dengan tangan kanannya, Yukinoshita memberikan ekspresi seperti sudah menyelesaikan sesuatu. Lalu dia tersenyum.

“Sekarang, kau punya memori spektakuler yang ada di dalam hatimu dan akan menemanimu meskipun kamu sendirian.”

“Bukankah solusi itu hanyalah solusi sepihak saja?”

“Kalau begitu, maka itu tidak akan memenuhi request sensei...Mungkin aku harus memakai pendekatan paling mendasar... Seperti, menyuruhmu berhenti ke sekolah?”

“Itu bukanlah solusi. Bukankah itu hanya menyembunyikan noda saja?”

“Ah, jadi kamu sadar kalau dirimu itu adalah noda di sekolah ini?”

“Jadi itukah alasannya mengapa orang-orang sering menatapku curiga dan menghindariku?”

Aku berusaha merespon permainan candaan kata ini, tapi tidak untuk memakan jebakannya.

“...Benar, sangat mengganggu.”

Ketika aku berusaha tersenyum melihat candaan kami, Yukinoshita menatapku seperti berkata ‘kenapa makhluk sepertimu bisa ada?’. Seperti kataku, kedua matanya sangat menakutkan.

Kesunyian melanda ruangan ini, dan aku sudah merasa cukup membiarkan telingaku terluka.

Sebenarnya, mungkin karena aku membiarkan Yukinoshita mengatakan apapun yang ingin dia katakan dan itu membuat telingaku sakit.

Tapi, kesunyian itu berakhir ketika pintu tiba-tiba terbuka dengan keras.


* * *

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url